4

Suatu Hari, Saat Pospak Belum Ada…

Pertanyaan untuk orang tua milenial:

Pernah tidak terpikir bagaimana kehidupan pengasuhan sebelum adanya popok sekali pakai (pospak) & popok kain modern (clodi)?

Atau…

Bagaimana jika kita hidup tanpa pospak & clodi?

Pertanyaan itu (anehnya) baru muncul di pikiran saya saat anak sudah berusia 16 bulan. Betapa telatnya. Selama ini di rumah dia pakai clodi (cloth diaper alias popok kain modern), saat bepergian pakai pospak. Tapi, kalau lihat ibu-ibu di desa, kok mereka tahan ya tidak pakai popok apa pun ketika anaknya sudah bisa jalan?

Saya yang tergelitik akhirnya mencari tahu lewat internet, apa saya sudah bisa men-toilet training anak saya? Eh, saat pansos saya menemukan hal yang cukup mengejutkan. Di Amerika, sebelum tahun 1959 saat produk pospak pertama diluncurkan, 92% anak usia 18 bulan sudah lulus toilet training (NY Times, 1999). Tapi, di tahun 2001, usia rata-rata anak selesai toilet training adalah 35 bulan untuk anak perempuan dan 39 bulan untuk anak laki-laki (Ambulatory Pediatrics Journal, 2001). Wah, jadi 2 kali lipat ya! Coba perhatikan perkembangan usia toilet training di US berikut.

Nah, bagaimana dengan di Indonesia? Saya belum menemukan penelitian serupa yang mencakup keseluruhan se-Indonesia. Tapi ada beberapa penelitian yang mencakup daerah tertentu, seperti di sebuah desa di Jogja misalnya, anak mulai dilatih bertoilet sejak usia 12 bulan. Tentu, pospak adalah barang mewah di desa, jadi sebisa mungkin anak dibiasakan tidak pakai pospak. Kalau di sekitaran saya sendiri yang notabene di perkotaan, teman-teman saya rata-rata men-toilet training anaknya sejak usia 2 tahunan. Baru ada 2 orang yang saya temui mulai “lepas popok” anak di usia 12 bulan. Empat orang di antaranya malah baru mulai toilet training saat anaknya 3 tahun. Di grup birth club Juni 2018 (seumur dengan baby A), hanya 5 orang yang pernah atau sedang mencoba toilet training dan belum ada yang berhasil.

Saya kembali mengulik situs di mana saya menemukan fakta tentang usia toilet training di US, yaitu godiaperfree.com (klik untuk menuju laman). Penulisnya bernama Andrea Olson, seorang ibu dari 5 anak yang semuanya ditatur sejak lahir. Ia memperkenalkan metode tatur alias elimination communication (EC) sebagai solusi dari ketergantungan orang tua terhadap popok (ya orang tua yang memilih memakaikan popok kan, bukan bayi?). Tentu saja, tatur ini sebenarnya bukan hal baru. Kakek-nenek kita, orang tua kita, atau bahkan kita sendiri dulunya ditatur. Masih belum tahu apa itu tatur? Itu lho, saat orang tua/pengasuh membawa/menggendong si anak di atas pispot dan bilang “pisss…pissss” supaya si bayi pipis. Sounds familiar? Sampai saat ini saya belum menemukan kosakata baku dari tatur di KBBI. Mungkin ada yang bisa bantu?

Tatur ini sesungguhnya adalah cara orang tua berkomunikasi dengan bayinya untuk memenuhi kebutuhan si bayi berupa “pembuangan hajat”. Sama halnya seperti orang tua memenuhi kebutuhan bayi saat ia lapar (jadi segera disusui atau diberi makan), saat mengantuk (jadi dinyamankan supaya bisa tidur), dan kebutuhan lain. Karena tatur adalah tentang komunikasi, tentu hal ini bermanfaat juga untuk mempererat bonding antara orang tua/pengasuh dengan si bayi. Tatur memberi informasi yang benar kepada bayi kalau pembuangan hajat itu di pispot/tempat buang hajat lain. Bukan di popok karena popok bukan toilet.

Baru-baru ini saya mendengar ceramah seorang ustadz yang mengajarkan pendidikan berbasis fitrah tentang hal tatur ini. Kata beliau, sudah fitrahnya bayi tidak suka & tidak nyaman dengan najis dan basah. Jadi kalau orang tua memakaikan pospak dan lambat laun fitrah tersebut pudar, akan sulit mengembalikannya lagi. Orang tua akan harus mengajarkan toilet training dari nol. Kalau orang tua mengajarkan secara benar dari awal tentang pembuangan hajat, secara alami anak itu akan bilang kalau mau buang hajat saat ia bisa bicara. Beliau tidak menyebutkan kata tatur sih, tapi saya rasa tatur adalah cara yang beliau maksud.

Saya terhenyak. Betapa tatur seharusnya menjadi common sense orang tua. Tapi sekarang, common sense itu mulai berubah menjadi “popok adalah kebutuhan untuk bayi”. Padahal, kebutuhan bayi bukanlah popok, tapi buang hajat. Sebelum saya tahu tentang tatur ini, Alhamdulillah saya masih punya sedikit common sense tatur. Saat anak saya mulai MPASI, saya tahu tanda anak saya mau BAB (yang sebenarnya saya tahu sejak ia lahir). Kalau tanda itu muncul, spontan saya bawa dia ke toilet. Mungkin juga karena saya malas mencuci clodi yg kena pup, saya jadi punya sense untuk membawa dia ke toilet 😁. Intinya saya tidak mau dia BAB di clodi atau pospaknya. Setiap bangun tidur pagi pun, sejak usia 6 bulanan, ayahnya selalu rajin membawa si kecil ke toilet untuk BAK. Itu common sense ayahnya. Terima kasih Ayah 😉. Jadilah sejak itu secara alami kami melakukan apa yang Andrea Olson (pakar tatur USA) sebut sebagai part-time EC. Part-time karena saya tidak full seharian membawa anak ke toilet saat ia mau buang hajat, hanya saat BAB dan BAK pagi.

Saya sangat menyayangkan kalau ada orang tua yang common sense nya untuk hal ini sudah hilang. Pernah saat ke suatu mall dan anak sedang bermain outdoor, saya mencium bau kotoran BAB. Saya cari asal baunya, sambil bilang “Baby A, kamu eek ya?” lalu mengecek ternyata Baby A tidak BAB. Nah, seorang ibu di dekat saya ikut mengecek popok anaknya yang sekitar umur 2-3 tahun, dia bilang “oh, anak saya yang BAB”. Eh, beliau bukannya segera membawa anaknya ke toilet, malah membiarkan anaknya lari-larian lagi. Sekitar 15 menit kemudian, baru anaknya ganti popok di tempat ortunya duduk (bukan di toilet) dan dibersihkan pakai tisu basah (duh bukan air?!). Popok yang terkena kotoran BAB pun tidak segera dibuang, malah dibiarkan di lantai dengan keadaan agak terbuka karena dilipat seadanya. Saya melihat popok yang terburai itu saat saya menoleh ke sana dan sudah buru-buru mau pulang, jadi tidak sempat menegur. Aduh, saya cuma berharap salah lihat saja deh. Saya yang dulu pernah membiarkan Ahnaf BAB dulu di popok baru membersihkannya jadi merasa bersalah. Meski ya tidak tunggu 15 menit baru dibersihkan.

Saya pun sekarang masih berjuang untuk lepas popok, Alhamdulillah terbantu dengan Ahnaf yang sudah bisa bilang kalau mau BAB dan intuisi saya yang kadang menebak tepat kalau Ahnaf mau BAK. Kadang masih kecelakaan pipis juga di training pants. Kalau bepergian pun masih pakai pospak sebagai back-up nya. Baru tadi bepergian untuk makan siang dan vaksin, Alhamdulillah pulang dengan pospak kering karena di sana saya sempatkan Ahnaf ke toilet untuk pipis. Belum konsisten memang. Saya tidak menargetkan Ahnaf harus sudah toilet trained saat usia sekian, hanya berharap saya bisa saling berkomunikasi sama Ahnaf tentang kebutuhan buang hajatnya ini saja. Mohon do’anya 😉. Hanya memang saya harus ingat, pocspak dan clodi hanyalah back-up, bukan toilet.

#tatur #toilettraining