Pengalaman Khitan Anak 17 Bulan

Alhamdulillah, akhirnya si young toddler baby A sudah dikhitan saat usianya 17 bulan. Sebenarnya saya sudah mengajukan khitan semenjak ia berusia 3-4 bulan. Kulup penisnya sulit ditarik sehingga rentan infeksi karena pembersihannya bisa tidak maksimal. Ajuan saya tersebut ditentang keluarga karena katanya kasihan masih bayi kok disunat. Qadarullah, baby A malah terkena infeksi balanitis (klik untuk membaca detail mengenai balanitis).

Diagnosa balanitis malah baru ketahuan saat kami ke dokter bedah anak untuk konsultasi khitan. Padahal sebelumnya, dokter spesialis anak (DSA) hanya bilang fimosis dan menyatakan kalau kulup penisnya memang sulit dibuka & keadaannya kotor. Saat penambahan berat badan (BB) baby A mulai seret saat usianya 8 bulan, kami menduga baby A mungkin terkena infeksi saluran kemih (ISK). Alhamdulillah sampai sebulan sebelum khitan pun tes urinnya tidak menunjukkan adanya ISK. Jadi saya berhipotesis kalau seretnya penambahan BB baby A disebabkan oleh balanitis yang tersembunyi. Mungkin balanitis ini baru ketahuan karena dokter bedah anaknya, dr. Yessi Eldirani, Sp.BA memang detail observasinya?

Yang pasti, saya bersyukur, Alhamdulillah akhirnya anak saya dikhitan juga karena insting saya dari dulu sudah was-was perihal ini. Kalau suatu saat Allah SWT menitipkan anak lelaki lagi pada kami, insya Allah kami laksanakan khitan sebelum ia menginjak 3 bulan. Ya, dengan diam-diam tak perlu beri tahu keluarga besar. Diam lebih baik daripada dicecar Budhe-Pakde Om-Tante: kenapa masih kecil kok disunat, kenapa nggak tunggu sampai SD saja, apakah pipisnya gelembung sampai harus disunat, dan lain-lain. Generasi di atas saya masih beda mahzhab ternyata untuk hal ini. Padahal di zaman Rasulullah SAW, bayi biasanya dikhitan saat aqiqah. Berarti umumnya sekitar 7 – 21 hari pasca lahiran kan ya? Dokter anak jaman now juga sudah banyak yang menganjurkan khitan saat bayi. Dengan dukungan sunnah Rasulullah SAW dan bukti ilmiah, kenapa tidak?

Ok, balik lagi ke prosedur khitan baby A. Baby A dikhitan di RS Hermina Kemayoran dengan dr. Yessi Eldirani, Sp.BA. Sebelumnya, kami cerita ke dokter anak kami, dr. Roy Amarudin, Sp.A(K), kalau kami khawatir dengan kondisi penisnya baby A yang sulit dibersihkan dan menghendaki sirkumsisi. Beliau setuju dan merekomendasikan dr. Yessi. Saya terkesan dengan dr. Yessi. Pendekatannya ke anak bagus (ramah dan mengajak bermain), detail, penjelasannya ok, dan fast respond via WA.

Khitannya terasa serba cepat. Sabtu konsul pertama dan cek lab untuk darah, Senin besoknya baby A dikhitan. Karena toko susu-popok dekat rumah tutup hari Ahad, mamak hampir kewalahan mencari pospak tipe tape (perekat) ukuran XL (beli 1 ukuran lebih besar) untuk dipakai baby A selepas tindakan. Yup, Alhamdulillah shopee and grab-send to the rescue.

dr. Yessi bilang kalau kami tidak perlu menginap malam sebelumnya alias one day care (ODC) saja. Tapi lalu kami ditelepon suster disuruh menginap dari Ahad malam. Awalnya ditelepon itu setuju ODC, lalu setelah saya bilang belum ketemu dokter anestesi, susternya langsung minta rawat inap. Alasannya supaya tidak terburu-buru keesokan paginya.

Alhasil kami ke check-in rawat inap Ahad malam sekitar jam 22.30 WIB. Suster jaga sempat mencoba menginfus baby A tapi gagal dan berujung tangis kesakitan baby A. Sebelumnya si suster bilang kalau infus ini gagal, nanti akan dicoba lagi sama perawat IGD (yang saya asumsikan lebih jago menginfus anak). Esok paginya si suster membawa seorang suster lainnya (entah orang IGD atau bukan) dan berhasil menginfus di percobaan keduanya. Saya cuma berpikir, aduhlah anak saya bukan tikus percobaan atuh, Sus. Kalau ujung-ujungnya diinfus pagi juga, tidak perlu menginap kalau begitu. Baby A menangis histeris diinfus. Tapi lucunya karena melihat ada mainan kereta yang kalau diputar itu lidah si kereta melet-melet, sembari menangis dia malah meniru melet-melet (sambil ngomong “lidah melet-melet”). Kami dan para suster yang tegang malah tertawa lah dibuatnya. Sebelum tindakan, Baby A juga diharuskan berpuasa 6 jam sebelumnya, dengan catatan boleh minum air putih sampai 3 jam sebelumnya. Celakanya, baby A biasa breastfeed tengah malam dan jam 5 subuh. Alhasil ia menangis dalam tidur karena tidak boleh minum ASI. Air putih dalam botol dot juga ditolaknya.

Baby A dikhitan dengan metode konvensional dan dibius total. Proses tindakannya hanya memakan 30 menit. Lalu baby A kami temani di ruang pasca operasi sampai ia bangun dan stabil. Sekitar 1 – 1,5 jam setelahnya baby A pun bangun. Saat sampai kamar, ia terus menangis kesakitan. Ia minta digendong ayah atau kakeknya. Kasihan, sepertinya kemaluannya masih nyeri. Sekitar 2 jam ia menangis hampir tanpa henti sampai akhirnya tertidur pulas di gendongan ayahnya.

Baby A terbangun lagi sekitar jam 16.00 WIB dan makan dengan lahap yang tentunya diawali buah anggur kesukaannya. Alhamdulillah ia sudah lumayan ceria. Jam 20.00 WIB kami baru diperbolehkan pulang setelah menunggu konfirmasi dari pihak asuransi. Biaya total saat itu sekitar 12 juta, yang Alhamdulillah semua ditanggung asuransi. Biaya tersebut sudah termasuk biaya kamar kelas 1 yang terhitung 2 malam.

Setelah 36 jam pasca sunat, si kecil sudah bisa lari-larian dan aktif sekali, tidak terlihat seperti habis disunat 😂. Baby A mandi dengan di washlap selama 3 hari. Setelah 6 hari, kami kontrol lavi ke dr. Yessi dan beliau konfirmasi kondisi baby A sudah oke, tidak perlu oles salep lagi. Hanya saja karena lem lebih banyak digunakan dibanding benang jahitan, lemnya sulit terkelupas. Kalau tidak salah baru lepas H+10 pasca khitan. Alhamdulillah, lega rasanya ternyata khitan anak 17 bulan ini hanya rewel saat hari H saja. Padahal kalau kata suami, dulu saat dia dikhitan kelas 5 SD, nyerinya 3 harian hampir tidak bisa ngapa-ngapain. Jadi mungkin ingatan sakitnya itu yang membuat para lelaki kasihan kalau anak-anak dikhitan saat bayi. Padahal ternyata pemulihan saat bayi lebih cepat dan kalau sudah besar dia tidak akan ingat sakitnya kok. Kalau dikhitan saat besar, sakitnya mungkin tidak seperti dulu karena teknologi persunatan sudah maju. Namun biasanya yang jadi tantangan adalah merayu si anak. Jadi ingat dulu keponakan minta playstation sebagai hadiah kalau mau disunat. Lumayan ya, harga rayuan pulau kelapanya…

Semoga sharing pengalaman khitan anak ini bermanfaat, karena lumayan sulit juga mencari cerita pengalaman seperti ini di blog orang lain. Hehe.