Resensi Buku: Mata di Tanah Melus

Novel Mata di Tanah Melus karya Okky Madasari

Judul Buku: Mata di Tanah Melus

Penulis : Okky Madasari

Jumlah Halaman: 192

Tanggal Terbit: 22 Jan 2018

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Jenis Buku/Genre: Novel anak/petualangan

Dibaca melalui: aplikasi ipusnas (portal peminjaman buku digital tak berbayar milik Perpustakaan Nasional RI)

 

Novel ini adalah novel pertama setelah sekian lama saya tidak membaca novel. Tentu saya butuh novel ringan untuk membangkitkan kembali gairah membaca. Meluncur sebentar mengarungi aplikasi ipusnas, terpilihlah novel anak karya Okky Madasari ini. Mata di Tanah Melus merupakan seri pertama petualangan seorang anak perempuan bernama Matara (dipanggil Mata).

Petualangan Mata berawal dari ajakan sang mama untuk berlibur ke daerah Belu, NTT. Belu memang bukanlah tempat liburan seperti Bali atau Lombok. Di daerah terpencil nan hijau itu, kesialan demi kesialan malah menimpa Mata dan Mama sejak hari pertama.

Dalam usahanya menepis kesialan dengan bimbingan penduduk setempat, Mata terpisah dari mamanya dan tertawan oleh suku Melus. Suku Melus ini digambarkan sebagai suku terasing yang tidak tahu Indonesia itu apa, tapi memiliki kepandaian bahasa dengan bermodalkan sekali dengar. Mereka mempertahankan diri dan pusakanya dari kepunahan hingga bersembunyi dari para pemburunya.

Dengan ditemani sahabat baru dari suku Melus bernama Atok, Mata berusaha kabur dari tanah Melus dan mencari mama. Perjuangan melarikan diri ini pun penuh halang rintang. Mata dan Atok harus beradu dengan ratu kupu-kupu, dewa buaya, dan lain-lain. Akankah Mata berhasil menemukan Mama dan pulang ke tempat asalnya?

Banyak yang berpendapat kalau buku ini seperti Alice in Wonderland rasa lokal, dan mau tidak mau saya setuju. Nama-nama Dewa dan makhluk magis di dalam kisah ini semua bercita rasa lokal.

Saya suka bagaimana Okky menggambarkan pikiran anak-anak tentang orang tua, yang sejatinya adalah sentilan bagi orang tua. Okky pun berhasil menyelipkan kritik untuk pendidikan di sekolah negeri yang cenderung konservatif. Ya, Mata senang dipindahkan mamanya dari sekolah negeri ke sekolah swasta. Katanya, tidak ada PR yang menyita waktu bermain, guru yang menghukum kalau tidak bisa menghafal pelajaran, dan cerita menakutkan tentang neraka dan siksa kubur di sekolah barunya.

Namun, akhir cerita novel ini janggal bagi saya karena terasa serba cepat dan kurang menggugah. Mungkin rasanya seperti tiba-tiba ada peri baik yang datang dan menyelesaikan semuanya. Ilustrasinya pun kurang banyak dan bernuansa gelap. Tapi untuk novel anak usia 9-13 tahun yang jarang dilirik pasar, novel ini cukup saya rekomendasikan karena bernuansa nusantara. Hal tersebut menjadikannya berbeda dari novel lain sejenis yang bernuansa Jepang atau Barat yang kemungkinan lebih besar diminati anak pra-remaja. Orang dewasa pun sangat bisa menikmati sajian novel ini, terlebih seperti yang ingin membangkitkan gairah membaca seperti saya. Saya pun tak sabar untuk membaca seri petualangan Mata berikutnya.

#Writober #Writober3 #WritoberMata #TemaMata #RBMIpJakarta #Ibuprofesionaljakarta #resensibuku #resensinovel #resensinovelanak #mataditanahmelus #resensimataditanahmelus #reviewmaditanahmelus

4 thoughts on “Resensi Buku: Mata di Tanah Melus

  1. Pingback: Writober Challenge: the Recap | Little Hikari

  2. Terimakasih atas tulisannya, Saya baru saja menyelesaikan Entrok yang cukup menguras emosi, berniat untuk membaca buku-buku lain karyanya mbak Okky, Lalu bertemu dengan tulisan ini. Mungkin selanjutnya Mata di Tanah Melus akan menjadi tujuan saya.

    Oh iya, saya juga jadi ingin menggali ipusnas lebih jauh Karena tulisan ini. Ngomong-ngomong, Salam kenal!

    Jabat tangan virtual

Leave a comment