Waktu Ku Kecil, Hidupku Penuh Tanya

Aku punya banyak tanya sejak kecil. Tapi, hampir tidak ada jawaban yang membuatku berhenti bertanya. Atau, setidaknya tidak kian membuatku pusing.

Waktu umurku 4 tahun, aku bertanya pada mama, kenapa aku tidak boleh tidur bersama mama dan papa lagi. “Kamu sudah besar, Angga…,” jawab mama. Aku heran, papa kan sudah besar juga. Kenapa papa boleh tidur sama mama? Saat kuutarakan keherananku, mata mama membesar. Lalu mama buru-buru menggiringku ke kamar baruku, “sudah, pokoknya Angga sekarang tidur sendiri karena Mama percaya anak hebat bisa tidur sendiri.”

Saat aku baru seminggu masuk kelas 1 sekolah dasar, wali kelasku menyuruh kami mengerjakan soal matematika. Soalnya tentang bilangan lebih besar dan lebih kecil. Mama sudah mengajariku malam sebelumnya. Tapi aku yang sudah bisa berhitung sampai 50 masih bingung kenapa angka ini lebih besar atau lebih kecil daripada yang satu lagi.

Semua teman-temanku sudah selesai mengerjakan soal dan mengumpulkannya ke meja ibu guru. Aku maju ke meja itu,”Bu, saya belum selesai mengerjakan soalnya,” kataku lirih. Ibu guru bertanya kenapa dan kujawab karena aku tidak mengerti kenapa 4 itu kurang dari 6, kenapa 8 lebih dari 5, dan seterusnya. “Loh, itu kamu bisa, Angga. Lalu apa masalahnya? Kamu tinggal memberi tanda lebih dari, kurang dari, atau sama dengan,” kata bu guru. Aku menjawab kalau aku tidak mau memberi tanda karena aku tidak mengerti kenapa aku harus memberi tanda itu, karena aku tidak bisa membayangkan apa arti 4 kurang dari 6 dan seterusnya. Kemudian bu guru mengambil penggaris kayu panjangnya, dan….Plak! Bu guru memukulkan penggaris besar itu ke atas kepalaku. Aku terkejut dan meringis mengusap kepalaku. Sakitnya sih tidak seberapa karena Bu guru tidak memukul dengan kencang. Bu guru berteriak padaku untuk segera menyelesaikan soal latihan itu. Dengan segan, kuselesaikan langsung di hadapannya dan mendapatkan nilai 100. Tapi aku masih gagal paham kenapa.

Saat umurku sekitar 8 tahun, seingatku aku pernah bermain bersama kakek dan menanyakan sesuatu, “Opa, mimpi basah itu apa sih?”. Opa terlihat gelagapan, “husss, tidak usah ngomong-ngomong gitu, tidak baik itu!”. Oh, ternyata mimpi basah itu tidak baik ya? Apa karena kalau mimpi itu jadi ada banjir jadi tidak baik? Tetap saja aku tidak tahu mimpi basah itu apa sampai aku mengalaminya sendiri saat SMP.

Entah berapa banyak pertanyaanku sejak kecil yang tidak terjawab. Atau mungkin terjawab, tapi aku tidak terpuaskan.

Sekarang, aku sudah menjadi seorang ayah. Barusan putri kecilku bertanya, kenapa biskuit kesukaannya dinamakan Mom*gi. Aku tertawa, pertanyaannya aneh. Tapi aku tersentak dalam batin, jangan-jangan dulu aku juga seperti dia. Bertanya mulai dari hal yang receh, lalu berlanjut menjadi kritis sampai orang dewasa pun bingung menjawabnya. Ah, aku harus belajar lagi rupanya. Aku tidak mau mengecewakan putriku. Aku harus bisa menjawab pertanyaannya, mendorongnya untuk berpikir dan bermetafora, menjadi pemandunya. Aku harus menjadi orang dewasa yang bisa ia percaya!

Disclaimer: tulisan ini hanya fiktif belaka. Hal-hal yang memiliki kesamaan nama, tempat, dan lain-lain adalah suatu kebetulan semata.

#Writober #RBMIpJakarta # #WritoberChallenge #Writober6 #Writoberkenapa? #kenapa? #CerpenMini

One thought on “Waktu Ku Kecil, Hidupku Penuh Tanya

  1. Pingback: Writober Challenge: the Recap | Little Hikari

Leave a comment